Tuesday, 25 February 2014

Misteri Ciujung Cianjur Selatan, Sebagai Kota Terakhir

Jembatan Ciujung yang Langsung Ke pantai Ciujung
Ciujung, Cianjur Selatan.
Nama sebuah tempat di Desa Jayagiri, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur Selatan, Jawa Barat. yang kini sudah mulai terlihat keramaian meskipun belum signifikan (2011), banyak berita beredar mengenai daerah Ciujung ini, yang letaknya kira-kira 120-130 km dari pusat kota Cianjur, dan dapat di tempuh dengan perjalan lebih kurang 3-4jam.
Sebenarnya Ciujung ini terletak di kecamatan Cidaun lebih tepatnya Gardu, namun karena banyak tempat yang ada disekitar muara Ciujung tersebut, jadi untuk memudahkannya sebagian orang memanggil daerah yang ada disekitar muara tersebut dengan Ciujung. Ciujung memang belum terlihat ramai dan maju seperti kota Jakarta, Bandung, Surabaya, maupun kota-kota yang memang sudah punya nama, bahkan untuk seperti pusat kota Cianjur pun mungkin masih jauh dari harapan. Tapi, tanda-tanda keramaian dan padatnya penduduk untuk wilayah Cianjur Selatan ini sudah terlihat, dari mulai berdirinya perusahaan-perusahaan yang memang sekarang ada disekitar wilayah selatan Cianjur bahkan bisa dikatakan berdekatan dengan daerah Ciujung tersebut.
Banyak cerita menyebutkan bahwa kota terakhir yang akan ramai dan padat penduduknya adalah kota dengan nama Ciujung ini,
Ciujung bisa diartikan sebagai akhir, Ci = Air, Ujung = Akhir.
Dari letak yang diketahui memang Ciujung ini merupakan tempat terakhir air mengalir sebelum memasuki wilayah laut atau sering disebut muara, dan daerah yang ada disekitar muara ataupun aliran air tersebut sering disebut Ciujung karena letaknya berdekatan dengan aliran air terakhir.
Sebagian orang terdahulu menyebutkan bahwa Ciujung lah tempat persinggahan terakhir sekaligus tempat paling ramai yang ada di wilayah selatan Cianjur, dari hal-hal yang tejadi saat ini, meskipun memang belum terlihat signifikan tapi sudah mulai dirasakan oleh sebagian orang  yang percaya akan misteri cerita Ciujung sebagai kota paling ramai suatu hari nantnya. Terkadang sebelum kita mengetahui jelas tentang cerita/misteri ini, mungkin tidak akan pernah percaya, tapi cerita ini menurut sebagian orang yang percaya akan hal tersebut akan menjadi kenyataan dan menjadi benar adanya.
Bayangkan dengan rencana pemerintah yang akan membangun lintas selatan Jawa, termasuk lintas selatan Cianjur, seperti lintas utara (Pantura), bahkan akan menggunakan jalan tanpa hambatan atau jalan tol dengan kota Ciujung sebagai tempat perlintasan utama bahkan pintu utama sebelum memasuki gerbang jalan tanpa hambatan tersebut, juga sebagian mengatakan akan adanya dermaga ataupun tempat transit kapal-kapal barang maupun yang lainnya. Dapat diprediksi Ciujung akan benar-benar menjadi tempat  terakhir yang ramai sesuai dengan prediksi dan ucapan-ucapan orang  terdahulu yang percaya Ciujung akan menjadi tempat persinggahan terakhir bagi siapapun yang ada di wilayah selatan khususnya selatan Cianjur.
Selain rencana pemerintah tersebut, masih banyak hal lain yang akan menunjang Ciujung sebagai kota ramai kedepannya, tempat wisata salah satunya wilayah pantai seperti pantai Jayanti Cidaun, pantai Ranca Buaya Garut Selatan, pantai Santolo ini merupakan tempat wisata yang ramai dikunjungi dan melewati Ciujung untuk yang datang dari arah barat, begitupun sebaliknya pantai Karang Potong, Sereg, Apra Sindangbarang.
ini merupakan satu destinasi pariwisata Jawa Barat kedepannya khususnya dari wilayah Selatan Cianjur.
Sebagai orang Sunda khusunya Selatan Cianjur, kita harus bangga dan bisa mewujudkan harapan serta keinginan maju masyarakat selatan Cianjur.

Potensi Wisata Jayanti dan Sejarah Sodong Parat

Sodong Parat (Pantai Cijarian) Jayanti
PantaiJayanti dengan Kawasan Cagar Alamnya memiliki potensi wisata berupa objek peninggalan sejaran kerajaan Pajajaran yang terletak Sodong Parat, berupa gua batu di Blok Cijarian yang menurut masyarakat sekitar merupakan bekas Prabu Siliwangi ’nembus bumi’. Selain itu di blok Batu Kukumbung merupakan pelataran bekas berkumpul ketika Prabu Siliwangi akan di-Islamkan oleh Prabu Kian Santang. Di blok Cikawung terdapat bekas telapak kaki Prabu Siliwangi yang menurut cerita masyarakat sekitar telapak tersebut merupakan injakan telapak kaki prabu Siliwangi karena takut saat akan dikhitan.
Selain itu, seperti wisata laut pada umumnya, kamu dapat bermain air di sisi pantai, bisa membeli ikan di pasar ikan.

Sunday, 23 February 2014

Indahnya Pemandangan Desa Mekarjaya Cidaun

INDAHNYA PANORAMA DESA MEKARJAYA
Suara serangga dan ayam berkokok, memecah pagi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Saat itu, udara sejuk sudah bercampur hangat matahari pagi. Beberapa warga desa tampak menyusuri jalan setapak menuju kawasan persawahan. Sesekali suara motor meraung memecah sunyi desa yang terkurung kawasan hutan lindung Gunung Simpang.
Tapi hari itu, Apep tidak pergi ke sawah, seperti kebanyakan warga desa lainnya. Jadwal kerja Apep, hanya ke balai desa dan memeriksa saluran air yang bermuara pada instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di sisi timur desa. Apep merupakan salah seorang pengurus pembangkit Mikrohidro, bersama Sekretaris Desa Tarsa.
Sepanjang jalan menuju balai desa, Apep mengisahkan pengalamannya menebang pohon di hutan lindung Gunung Simpang. “Capeknya minta ampun pak. Malah padi juga tak terurus di sawah. Saat melihat polisi hutan, saya merasa jadi incaran. Kita kan yang bersalah, tadi tebang hutan. Tuh ada Polhut, jangan-jangan ke sini mau ke saya. Jadi kadang ngumpet. Dengar-dengar ada Kapolsek ke Mekarjaya, ngumpet, merasa ketakutan. Namanya orang bersalah, ya pasti takut,” tutur Apep mengisahkan ulang rasa takut yang tertinggal selepas menebang pohon beberapa tahun silam.
Desa Mekarjaya tempat Apep tinggal adalah satu dari lima desa yang berada di wilayah Timur dan Selatan hutan lindung Gunung Simpang. Lokasi desa persisnya di dekat  perbatasan Kabupaten Garut dan Bandung. Empat desa lainnya yakni Cibuluh, Puncak Baru, Neglasari dan Gelar Pawitan. Sebagian besar warga Mekarjaya dulu dikenal sebagai perambah dan pembalak hutan. Apep satu diantara warga yang pernah ikut menebang kayu. 
Tak kenal tua dan muda, semua warga desa punya pengalaman membalak kayu di hutan lindung. Kebetulan, Apep hanya empat bulan menekuni pekerjaan sebagai pembalak kayu hutan. Dulu saban bulan, Apep empat kali keluar masuk hutan. Selama tiga hingga empat malam di hutan, Apep bisa mengumpulkan tiga kubik kayu olahan siap pakai. Banyaknya kubik kayu yang ditebang dan diolah, cukup untuk membangun dua hingga tiga rumah.
Saat itu, Apep biasa menebang hutan bersama kakak dan warga lainnya. Tidak tanggung-tanggung, Apep menebang pohon khas hutan Jawa Barat yang dilindungi. Sebut saja pohon Ki Hujan (Angelhardia Spicata), Rasamala (Altingia excelsa Noronha), dan  Puspa (Schima Wallichii).
Ironisnya kayu hasil tebangan tersebut dijual murah ke warga yang akan membangun rumah. Penghasilan yang diraih Apep pun jadi tak seberapa, jika dibandingkan dengan  modal dan kerja kerasnya selama 3 – 4 hari di dalam hutan. Untuk setiap kubik kayu yang ditebang, kelompok penebang biasa mendapatkan Rp700 ribu. Harga yang sangat murah, untuk kayu berkualitas prima.
Dengan harga yang cuma segitu, setiap penebang hanya bisa kebagian uang Rp200 ribu – Rp100 ribu. Hasil yang dibawa ke rumah menjadi sedikit, karena ongkos menebang yang juga mahal. Seperti; untuk membeli solar yang digunakan untuk menghidupkan mesin gergaji (chainshaw), membeli beras, kopi dan lainnya.
“Kalau dulu satu kubik Rp 700 ribu, berarti 3 x 7 pak, tapi kadang-kadang modalnya bisa Rp 1 juta Pak. Modal ke hutan itu. Kadang perbekalan dikomplitin mau beli apa, beli apa, kadang mau ke hutan bawa ayam. Hahaha, motong ayam, bakar ayam,” canda Apep.

Curug Sawer Desa Cibuluh Kecamatan Cidaun

CURUG SAWER CIBULUH
Sesuai dengan namanya Air Terjun Bertingkat terdiri dari dua tingkatan. Letaknya sangat dekat dari air Terjun Campuhan.
Salah satu curug yang terindah menurut saya adalah Curug Sawer. Curug yang satu ini terletak di pinggir jalan dan tidak memiliki semacam kolam dimana orang bisa berenang dengan (sangat bebas). Tapi, Curug ini memang terlihat sangat cantik dengan kemegahan dan kealamiannya.
Cibuluh terletak di antara Garut dan Cianjur, Jawa Barat. Perjalanan menuju ke daerah sana masih berlum tertata, jalan masih ancur dana pemerintah belum terenyuh untuk membangun jalan ke area Curug Sawer Tersebut.

Saturday, 22 February 2014

Hutan Legenda, Tatar Sunda

HUTAN BOJONGLARANG JAYANTI
Oleh Usep Romli H.M.

Banyak hutan di Jawa Barat memiliki nilai legendaris. Selain menjadi penyangga utama lingkungan, hutan-hutan tersebut juga menjadi sumber folklor atau cerita rakyat yang tercatat dalam dongeng, kepercayaan lokal, babasan, dan paribasa. Idiom “kawas badak cihea” sering muncul untuk menggambarkan seseorang berjalan bergegas, terburu-buru, tanpa melihat kiri dan kanan. Cihea adalah sebuah kawasan hutan dan perkebunan di Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Di situ, konon pernah ada sebuah kerajaan kecil bernama Susuru, sezaman dengan Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Pakuan (Bogor).
Sisa-sisa gambaran Kerajaan Susuru, walaupun belum terbukti secara arkeologis, masih tampak hingga sekarang di sepanjang aliran irigasi Sukarama yang berhulu di Sungai Cisokan. Sisa-sisa tersebut, antara lain, berupa lapangan yang disebut alun-alun dan tampian (tempat pemandian). Hutan Cihea sendiri sudah lenyap ditelan perkembangan pembangunan, apalagi badak penghuninya. Masih untung tercatat dalam babasan (peribahasa) yang masih agak terpelihara turun-temurun.
Hutan lain yang dihubungkan dengan satwa badak adalah Cipatujah di Kabupaten Tasikmalaya. Sebuah personifikasi berbunyi “kawas diseupah badak cipatujah” menggambarkan keadaan benda yang hancur tak bersisa, hanya tinggal seupah (sepah) atau ampas. Seperti badak Cihea, badak Cipatujah pun sudah lenyap tak berbekas. Badak di bagian selatan Garut mungkin bernasib lebih baik daripada badak Cihea dan badak Cipatujah, paling tidak mengacu pada informasi pengarang Sunda terkenal, Muhammad Ambri, dalam bukunya Numbuk di Sue yang diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada 1939. Di situ Ambri mengisahkan anak-anak sekolah dari Bandung yang berwisata ke Pantai Cilauteureun, Samudra Hindia.
Sejak keberangkatan dari Bandung, selama di perjalanan dari Cisompet ke laut hingga kepulangan kembali, mereka selalu dirundung malang. Salah satu penyebabnya adalah acara perburuan badak yang dihadiri Kangjeng Dalem (Bupati) sehingga semua kuda tunggangan di tepi desa dan kecamatan terpakai oleh para camat dan kuwu yang ikut berburu. Kehebatan profil badak dan kegaduhan para pemburunya diperoleh tokoh Kuring dari Suanta yang menjadi gundal (pembantu) Juragan Camat yang mendampingi Kangjeng Dalem. Numbuk di Sue (Bertemu Sial) merupakan karya fiksi, tetapi cukup akurat mengungkapkan keadaan alam tahun 1930-an yang masih serba sederhana dan lingkungan alamnya masih terpelihara. Karena itu, masih banyak rawa di tengah hutan tempat pangguyangan badak.
Leuweung Sancang
Kawasan selatan Garut, memang memiliki hutan legendaris, yaitu Leuweung Sancang. Banyak kisah mengandung kepercayaan (mitos) yang menganggap Sancang sebagai tempat tilem (menghilang) Prabu Siliwangi. Menurut cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan oleh panitia Hari Buku International Indonesia yang diprakarsai Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1972, Prabu Siliwangi mubus (kabur menyelinap) ke arah selatan karena dikejar-kejar anaknya, Kiansantang, agar masuk Islam. Tiba di Hutan Sancang, ia bersama pengikut setianya menghilang. Prabu Siliwangi mindarupa (berubah wujud) menjadi harimau putih, sedangkan pengikutnya menjadi harimau belang-manjang yang disebut “maung sancang”. Warna garis-garis hitam horizontal yang memanjang dari arah kepala ke bagian ekor membedakan maung sancang dengan maung lodaya, penghuni asli Sancang yang bergaris-garis hitam vertikal.
Konon, harimau putih jelmaan Prabu Siliwangi bersemayam di sebuah goa besar bernama Guha Garogol dan sesekali merenung menyendiri di puncak Karang Gajah di dekat muara Sungai Cikaingan. Ada pun maung sancang mendiami rumpun-rumpun kayu kaboa, sejenis pohon bakau, yang hanya terdapat di pantai Samudra Hindia kawasan Sancang. Hingga pertengahan tahun 1980-an, Hutan Sancang sebagai hutan tutupan suaka margasatwa masih terbilang utuh, tetapi segera mengalami degradasi hebat seiring dengan penyerobotan dan pembalakan liar pada tahun 1998. Salah satu satwa liar penghuni Sancang, banteng, hilang lenyap tak berbekas. Mungkin satwa itu kabur ke arah Hutan Pangandaran yang masih cocok untuk habitat banteng atau mungkin bergelimpangan mati akibat dampak perusakan hutan. Nasib banteng sancang sangat mirip dengan nasib banteng cikepuh, Kabupaten Sukabumi, yang juga rusak terkena penyelewengan eforia reformasi.
Area Hutan Sancang kini menyempit karena sebagian terkena pembangunan jalur jalan lintas selatan. Kondisi keamanannya sangat rawan. Kekayaan flora dan faunanya juga sangat menyusut. Selain kehilangan banteng, Sancang juga kehilangan berbagai jenis burung langka, seperti rangkong dan julang, serta harimau, baik maung sancang maupun maung lodaya. Jenis kayu werejit yang getahnya mengandung racun keras, ikut tumpas bersama kayu-kayu hutan tropis heterogen lainnya. Yang masih tersisa dari Hutan Sancang mungkin hanya legenda dan mitos, yang juga mulai tergerus waktu.
Hutan Tutupan
Lebih tragis lagi kondisi hutan tutupan Bojonglarang di dekat Pantai Jayanti, Kabupaten Cianjur. Hutan itu nyaris habis akibat dijadikan lahan jalan jalur lintas selatan dan tapak jembatan Sungai Cilaki. Orang-orang yang lewat berkendara dari dan ke Jayanti, rata-rata tidak mengetahui bahwa tanah yang mereka injak-injak adalah bekas hutan tutupan yang hingga tahun 1990-an merupakan leuweung ganggong simagonggong, leuweung si sumenem jati. Hutan lebat dipenuhi aneka pohon dan binatang penghuninya.
Setelah hutan-hutan besar, terkenal, dan penuh legenda seperti Cihea, Cipatujah, Sancang, Cikepuh, dan Bojonglarang sirna dari perbendaharaan geografi Tatar Sunda, hutan mana lagi akan menyusul mulang ka kalanggengan? Mungkin sekarang giliran hutan kota Babakan Siliwangi, yang sedang diperebutkan para pencinta lingkungan dan pencinta keuntungan yang cenderung mendapatkan dukungan penuh Wali Kota Dada Rosada. Mungkin saja, walaupun hati nurani semua pihak menyatakan jangan dan tidak.

__________

Usep Romli H.M., Penggerak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Raksa Sarakan di Pedesaan Kecamatan Cibiuk, Garut, Jawa Barat

Wisata Batu Kukumbung, Pantai Cigebang Cidaun belum dibenahi

LOKASI WISATA SEJARAH BATU KUKUMBUNG
Cianjur, - Obyek wisata bahari di kawasan Cianjur selatan, Jabar, hingga saat ini tampaknya belum mendapatakan perhatian serius dari Pemkab Cianjur.
Bahkan beberapa pantai yang memiliki potensi dan pesona layaknya pantai-pantai lainnya di Pulau Jawa, seperti Pelabuhan Ratu, Pangandaran dan Parang Tritis, hingga kini, belum mendapat sentuhan.
Sehingga pantai-pantai yang memiliki nilai jual tersendiri itu, dibadingkan pantai lainnya di Pulau Jawa, hanya dimanfaatkan warga sekitar untuk mencari tambahan uang dengan cara menambang pasir besi yang memiliki kualitas bagus.
Salah satunya Pantai Batu Kukumbung yang terletak di Kampung Cigebang, Desa Karangwangi, Kecamatan Cidaun, Cianjur. Dimana pantai tersebut memiliki pesona tersendiri selain pinggiran pantai yang mempesona.
Disepanjang pantai tersebut, terdapat artepak-artepak bersejarah yang diperkirakan berusia ratusan tahun dan tersebar di sepanjang pantai yang memiliki panjang empat kilometer itu.
Bahkan disalah satu lokasi ditemukan makam yang diperkirakan tempat bersemayamnya panglima perang Prabu Kian Santang, layak dijadikan tempat wisata religi dan beberapa penemuan lainnya yang diperkirakan peninggalan Kerajaan Padjajaran.
"Banyak yang bisa digali di Pantai Batu Kukumbung ini, harapan kami pantai ini, mendapat sentuhan dari Pemkab Cianjur, karena memiliki nilai jual seperti pantai-pantai lainnya di Pulau Jawa," kata Asep Samudera Tokoh Masyarakat Cianjur selatan, Sabtu.
Dia menuturkan, lokasi pantai yang berjarak empat kilometer dari kota Kecamatan Cidaun ke arah Selatan, saat ini telah memiliki akses jalan yang dapat disebut layak, meskipun belum diaspal.
Beberapa waktu lalu, ungkap dia, atas keinginan masyarakat sekitar, untuk mengangkat wisata bahari di Cianjur Selatan, khususnya Batu Kukumbung, dibentuklah Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar).
Dimana para pengurus dibantu masyarakat sekitar, secara swadaya dan bergotong royong, mulai melakukan penataan, baik akses menuju lokasi hingga penataan di sepanjang pantai.
Upaya tersebut, dilakukan karena minimnya perhatian dinas terkait di Pemkab Cianjur serta keinginan masyarakat untuk memajukan wisata bahari yang tidak kalah dengan pantai-pantai lainnya di Indonesia.
"Panorama yang dimiliki bukan hanya pantai dan batu karang yang banyak tersebar di sepanjang pantai, namun wisata religi dan sejarah, dapat digali di kawasan tersebut," tuturnya.
Dia menambahkan, peninggalan sejarah yang terdapat di sepanjang pantai, berupa tembok dan batu berundak yang diperkirakan sisa benteng pada jaman penjajahan.
Sementara itu, meskipun minim perhatian, pesona Batu Kukumbung, telah tersebar ke berbagai daerah dan cukup mengundang wisatawan domestik dan macanegara.
Dimana kata Ketua Kompepar Batu Kukumbung, Dena Sutisna, setiap minggunya pantai tersebut, ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah seperti Sumatera, Jawa dan wisatawan mancanegara, seperti Korea, Jepang dan Belanda.
"Harapan kami pantai ini, segera mendapat sentuhan dan penataan dari pemerintah setempat, guna mengangkat taraf ekonomi masyarakat dan memajukan pembangunan di wilayah selatan," katanya.

Thursday, 20 February 2014

Pantai Cipanglay, Ekowisata Terpendam di Cianjur Selatan

PANTAI CIPANGLAY
Cianjur - Berdampingan dengan Bandara Susi Air (Pengangkut Hasil Ikan Laut) dan pelabuhan nelayan (Pelabuhan Jayanti), Pantai Cipanglay menjadi salah satu objek wisata di Cianjur terpendam.
Pantai ini masih alami dengan ombak yang indah dan angin bertiup perlahan-lahan menambah nyamannya berekreasi tempat ini. Berlokasi di Kecamatan Cidaun, yang jaraknya 135 Km dari Cianjur Kota.
Keberadaan Pantai Cipanglay memang belum sepopuler Pelabuhan TPI Jayanti, Pangandaran, Ciamis, atau Pelabuhanratu, Sukabumi. Tapi panorama alamnya tak kalah dengan tiga objek wisata tersebut.
Itulah Pantai Cipanglay di Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur. Sebuah pantai yang belum ditata dan dikenal sebagai objek wisata. Pantai itu belum mampu menandingi kepopuleran Pangandaran atau Pelabuhanratu.
Taufik Maulana (34), tokoh pemuda Cidaun mengatakan, Pantai Cipanglay akan semakin ramai dikunjungi wisatawan dan menandingi Pangandara jika ditata dengan baik. "Saya sebagai generasi penerus dan yang peduli terhadap kelestarian ekowisata mengharapkan kepada pemerintah untuk menata dan mengembangkan Pantai Cipanglay ini menjadi aset pariwisata Cianjur," katanya.
Pantai Cipanglay memang masih terbebas dari polusi apapun, apalagi polusi udara atau pencemaran air. Permukiman penduduk saja belum terlalu banyak. Kondisi pantainya sendiri terbangun atas pasir laut di sebelah kanan dan batu-batu karang di sebelah kiri. Ombak samudera bergulung-gulung.
"Pantai Cipanglay sangatlah menawan bila ada yang mau menanamkan modal atau investasi di areal tersebut, Insya Allah akan menjadi sebuah usaha yang baik bagi usaha pariwisata Pantai Cipanglay," kata Taufik.
Pantai Cipanglay bisa ditempuh dari Cianjur Kota, Bandung dan Kabupaten Garut melalui dua ruas jalan, yakni ruas jalan Kota Cianjur-Sindangbarang-Cidaun, Bandung-Ciwidey-Naringgul-Cidaun, dan Caringin-Garut. [gin]

Wisata Pantai Jayanti, Cidaun

PINTU MASUK WISATA JAYANTI
WISATA JAYANTI
LOSMEN TEMPAT ISTIRAHAT
Tidak semua warga Cianjur pernah mengunjungi Pantai Jayanti, tapi kalo ditanya pernah ke Bali atau Pangandaran pasti hampir semua orang pernah atau tahu tentang Pantai Pangandaran. Ironis memang, Warga Cianjur tidak mengetahui banyak tentang Aset-aset wisata yang sebenarnya tidak kalah indah dan menarik dibanding daerah lain. Banyak alasan memang dan itu semata-mata bukan karena masyarakat tidak mau ikut bangga memiliki Pantai Jayanti.
Saya pribadi ikut mengalami bagaimana suka dukanya naik motor hujan-hujanan menuju ke Pantai Jayanti dengan medan jalan yang bisa dibilang akan menjadi hambatan untuk bisa FUN dalam perjalan.
Jarak yang cukup jauh memang seringkali menjadi alasan utama, selain itu akses transportasi dan jalan juga tidak lepas dari pertimbangan Warga Cianjur untuk berkunjung ke Wisata Pantai Jayanti ini.
Keberadaan Pantai Jayanti memang belum sepopuler Pangandaran, Ciamis, atau Pelabuhanratu, Sukabumi. Tapi panorama alamnya, tak kalah dengan dua obyek wisata tersebut. Itulah Pantai Jayanti di Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun, Cianjur selatan, Jawa Barat, sekitar 143 km arah selatan dari pusat Kota Cianjur.
Pantai Jayanti yang baru ditata tahun 80-an dan dikenal sebagai obyek wisata sepuluh tahun kemudian, memang belum mampu menandingi kepopuleran Pangandaran dan Pelabuhanratu yang sudah berkembang puluhan tahun lebih dulu.
Yahya (46), warga Kota Cianjur mengatakan, kalau terus ditata, Jayanti akan semakin ramai dikunjungi wisatawan. “Saya dan keluarga senang berlibur ke sini, karena selain pemandangannya cukup indah dan bisa menikmati gurihnya ikan bakar, juga udaranya masih sangat bersih,”katanya.
Jayanti memang masih terbebas dari polusi apa pun, apalagi polusi udara atau pencemaran air. Pemukiman penduduk saja belum terlalu banyak. Kecuali barangkali adanya bau anyir ikan, dan ini sebetulnya aroma khas sebuah objek wisata yang sekaligus merupakan sebuah pelabuhan nelayan.
Di sana terdapat bangunan Tempat Pelelangan Ikan (TPI), serta di depannya terdapat kios-kios pengecer ikan dan kios jajanan lain serta warung nasi yang dapat menyediakan ikan bakar sesuai pesanan.
Kondisi pantainya sendiri terbangun atas pasir laut di sebelah kanan dan batu-batu karang di sebelah kiri. Ombak samudera bergulung-gulung, lalu berdebur menerpa batu-batu karang.
Beberapa puluh meter dari pantai terdapat pelataran parkir cukup luas. Hanya beberapa puluh meter pula terdapat beberapa penginapan milik swasta. Tarifnya relatif murah, rata-rata Rp 75 ribu per malam.
pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur terus menata Jayanti melalui dua dinas terkait, Dinas Perhubungan Pariwisata (Dishubpar) dan Dinas Peternakan Perikanan (Disperik).
Dishubpar misalnya, melakukan penataan agar Jayanti bisa menjadi obyek wisata pantai yang semakin nyaman, antara lain menanam popon-pohon pelindung sekaligus peneduh, membangun kios untuk para pedagang setempat serta merelokasi warung-rumah (warung yang sekaligus dijadikan tempak tinggal) ke tempat yang lebih pantas tapi masih dalam areal Jayanti.
Sedangkan penataan yang dilakukan Disperik antara lain membangun TPI dan dermaga sepanjang lebih-kurang 200 meter. Pembangunan dermaga ini merupakan proyek awal dari rencana pengembangan Jayanti sebagai pelabuhan setingkat Palabuanratu, sehingga nantinya Jayanti menjadi obyek wisata pantai yang refresentatif.
Pantai Jayanti bisa ditempuh dari Kota Cianjur dan Bandung melalui dua ruas jalan, yakni ruas jalan Kota Cianjur-Sindangbarang-Cidaun dan Bandung-Ciwidey-Naringgul-Cidaun.
Tapi untuk menuju Jayanti melalui ruas jalan Bandung-Naringgul-Cidaun yang berkelok-kelok dan naik-turun, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi karena angkutan umum dari bandung hanya sampai di Balegede. Kecuali pengunjung mencarter angkutan umum bisa sampai ke Pantai Jayanti.
Karena itu wisatawan yang datang ke Jayanti umumnya menempuh perjalanan dari Kota Cianjur. Di Kota Tauco ini, tepatnya di Terminal Pasirhayam, cukup tersedia angkutan umum berupa bus dan Elf yang langsung menuju Cidaun dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. Dari sini, sejauh 8 km, naik ojek sampai Jayanti.