Saturday, 1 March 2014

7 Tempat Wisata di Kawasan Cianjur Tereksotis versi MPC

Sebagian besar wilayah Cianjur merupakan daerah pegunungan, dengan sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit. Sungai terpanjang di Cianjur adalah Sungai Cibuni, yang bermuara di Samudra Hindia. Perjalanan ke Cianjur bisa ditempuh dari Jakarta melewati jalur Puncak, jalur Sukabumi, atau jalan alternatif melalui Jonggol. Berikut merupakan 7 tempat wisata di kawasan Cianjur tereksotis versi MPC
1.       Kebun Raya Cibodas
KEBON RAYA CIBODAS
Wisata Cianjur yang terletak di Jln. Kebun Raya Cibodas, Cipanas, Cianjur ini memiliki luas lahan 125 Ha. Kebun Raya Cibodas adalah tempat yang sempurna bagi pengunjung yang benar-benar ingin menyatu dengan alam, karena disini, pengunjung dapat melihat 10.792 koleksi tanaman, 700 jenis koleksi biji, dan 4.852 koleksi herbarium. Koleksi tanaman di sini terbagi dalam dua koleksi, yakni koleksi di kebun dan koleksi di rumah kaca. Koleksi tanaman di rumah kaca terdiri atas anggrek (320 jenis), kaktus (289 jenis), dan sukulen (169 jenis). Namun Anda juga dapat menemukan jenis tumbuhan liar di dalam kebun. Sedangkan koleksi tanaman di kebun berjumlah 1.014 jenis di antaranya terdapat tanaman khas dan menarik seperti Kina (Cinchona pubescens) yang merupakan tanaman obat, pohon Bunya-bunya (Araucaria bidwill) yang merupakan tanaman tua dan mempunyai pokok batang besar, Bunga Bangkai (Amorphophallus titanium) yang mempunyai bunga berukuran raksasa dan menarik serangga.
Tidak kalah menarik, di sekitar kawasan terdapat air terjun, yakni air terjun Ciismun. Ciismun berasal dari kata Ci (bahasa Sunda berarti air), dan Ismun (bahasa Arab berarti nama). Bagi pengunjung yang suka dengan kegiatan camping juga di sediakan area Mandala Kitri. Letaknya tepat di bawah kaki kebun raya. Disarankan bagi para pengunjung Kebun Raya agar selalu sedia jas hujan atau payung cantik milik anda karena di daerah ini selain sejuk menuju dingin juga sering sekali turun hujan. Anda bisa memasuki area Kebun Raya Cibodas ini hanya dengan tiket masuk Rp6000,00 saja.
2.       Situs Gunung Padang Cianjur
SITUS GUNUNG PADANG
Situs megalitikum terbesar se-Asia Tenggara ini terletak di Kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka. Tidak seperti banyak situs megalitikum lainnya (seperti Piramida, Stonehenge, Machu Picchu) yang dibangun untuk menyembah atau mengindahkan (dewa) Matahari, situs Gunung Padang dibangun untuk diorientasikan seluruhnya kepada Gunung Gede. Ini nampak dari pola bangunan punden berundaknya yang asimetris, tidak dibangun simetris ke semua sisi seperti Candi Borrobudur, tetapi hanya ke satu sisi, yaitu Gunung Gede. Dengan demikian, Gunung Gede menempati posisi geomantik yang sangat kuat bagi situs Gunung Padang.
Yang unik dari situs megalitik Gunung Padang adalah ditemukannya bilah-bilah batuan yang diperuntukkan sebagai alat musik. Ini adalah penemuan pertama di Indonesia. Dahlan dan Situngkir (2008) dari Bandung Fe Institute berbekal alat perekam dan analisis Fourier transform pernah meneliti musikologi situs ini dan menyimpulkan bahwa terdapat tiga bilah batu yang bisa mengeluarjan nada musik dengan dentingan (pitch) berfrekuensi dari 2600-5200 kHz selaras dengan nada-nada f”’, g”’, d”’, a”’.
Bagi anda yang percaya, di sekitar situs purbakala ini terdapat sumur cinta yang menurut kepercayaan akan membuat kisah asmara anda dengan pasangan menjadi romatis dan penuh cinta.
3.       Pantai Jayanti
WISATA JAYANTI
Pantai Jayanti adalah pantai yang berlokasi di Cidaun Selatan. Tapatnya d Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun, Cianjur Selatan. Dari pusat kota Cianjur ke pantai Jayanti dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 4 jam. Pantai Jayanti memiliki pantai yang sangat indah dan menawan. Temptanya pun masih sangat bersih dan virginitasnya masih terjaga.

4.       Curug Citambur
CURUG CITAMBUR
Curug Citambur merupakan salah satu curug atau air terjun yang memiliki pontensi wisata yang sangat bagus. Terletak di desa Karang Jaya, kecamatan Pagelaran, kabupaten Cianjur. Meskipun akses jalan menuju tempat ini sungguh seperti soundtrack Ninja Gozaru “mendaki gunung lewati lembah” bahkan ditambah “melewati jalan berliku”, tetapi bayaran yang anda dapat setimpal. Anda disuguhi panorama alam nan eksotis, yakni air terjun dengan ketinggian 100 m. Kesejukan udara sekitar dan halimun, bahkan sesekali pelangi muncul di sela-sela halimun akan membuat segala capek dan lelah anda hilang seketika.

5.       Waduk Jangari
WADUK JANGARI
Waduk Jangari terletak di kecamatan Mande, Cianjur. Jangari merupakan keramba terapung tempat pemeliharaan ikan air tawar. Lokasinya di Waduk Jangari, Cianjur, Jawa Barat. Waduk ini memang merupakan tempat pembesaran ikan air tawar. Salah satu primadona ikan air tawar yang dipelihara disini adalah ikan mas. Ikan yang dipelihara di waduk ini memiliki kelebihan tersendiri, selain ikannya cepat besar, dagingnya juga tidak berbau lumpur. Oleh karena itu, area ini cocok bagi anda yang gemar dengan kegiatan memancing. Anda juga bisa menikmati segarnya kelapa muda dan ikar bakar sembari menikmati indahnya waduk Jangari ini.
6.       Tracking Gunung Gede
GUNUNG GEDE
Gudung Gede maupun kawasan Taman Nasional Gede Pangrango juga merupakan objek wisata alam yang menarik dan banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun internasional. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, adalah salah satu Gunung yang sangat cocok untuk para pendaki pemula. Jalur tracking yang sudah tersedia dari jalur Cibodas memudahkan para pendaki menelusuri jalur ke arah puncak. Namun, tingkat kesulitan jalurnya sangat menantang.          
Beberapa lokasi/objek yang menarik untuk dikunjungi:
Telaga Biru:: Danau kecil berukuran lima hektar (1.575 meter dpl.) terletak 1,5 km dari pintu masuk Cibodas. Danau ini selalu tampak biru diterpa sinar matahari, karena ditutupi oleh ganggang biru.
Air terjun Cibeureum:: Air terjun yang mempunyai ketinggian sekitar 50 meter terletak  sekitar 2,8 km dari Cibodas. Di sekitar air terjun tersebut dapat melihat sejenis lumut  merah yang endemik di Jawa Barat.
Air Panas:: Terletak sekitar 5,3 km atau 2 jam perjalanan dari Cibodas.
Kandang Batu dan Kandang Badak:: Untuk kegiatan berkemah dan pengamatan tumbuhan/satwa. Berada pada ketinggian 2.220 m. dpl dengan jarak 7,8 km atau 3,5 jam perjalanan dari Cibodas.
Puncak dan Kawah Gunung Gede:: Panorama berupa pemandangan matahari terbenam/terbit, hamparan kota Cianjur, Sukabumi, dan Bogor terlihat dengan jelas,  atraksi geologi yang menarik dan pengamatan tumbuhan khas sekitar kawah. Di puncak ini terdapat tiga kawah yang masih aktif dalam satu kompleks yaitu kawah Lanang, Ratu  dan Wadon. Berada pada ketinggian 2.958 m. dpl dengan jarak 9,7 km atau 5 jam  perjalanan dari Cibodas.
Alun-alun Suryakencana:: Dataran seluas 50 hektar yang ditutupi hamparan bunga edelweiss. Berada pada ketinggian 2.750 m. dpl dengan jarak 11,8 km atau 6 jam perjalanan dari Cibodas.
7.       Kota Bunga
KOTA BUNGA
Wisata ini diperuntukan bagi anda yang sudah lelah dengan hiruk pikuk kota. Disini, terdapat banyak sekali villa yang disewakan agar anda dan keluarga dapat menikmati sejuknya kota Cianjur dan pemandangan yang luar biasa indah dari atas pegunungan.
da hal menarik lainnya, disana ada suatu tempat yang disebut dengan ‘Little Venice’ atau dengan kata lain cerminan kota Venisia, kita bisa menikmati kota tersebut dan berkeliling dengan menggunakan cano dan kapal mini boat. Bahkan ada merlionnya singapure. Untuk dapat menikmati cano dan kapal mini boat, kita cukup mengeluarkan uang 35ribu/ per orang. Selain little Venice ada juga objek lain seperti permainan anak-anak dan penyewaan kuda tunggang yang posisinya diluar area little Venice.

Tuesday, 25 February 2014

Misteri Ciujung Cianjur Selatan, Sebagai Kota Terakhir

Jembatan Ciujung yang Langsung Ke pantai Ciujung
Ciujung, Cianjur Selatan.
Nama sebuah tempat di Desa Jayagiri, Kecamatan Sindangbarang, Kabupaten Cianjur Selatan, Jawa Barat. yang kini sudah mulai terlihat keramaian meskipun belum signifikan (2011), banyak berita beredar mengenai daerah Ciujung ini, yang letaknya kira-kira 120-130 km dari pusat kota Cianjur, dan dapat di tempuh dengan perjalan lebih kurang 3-4jam.
Sebenarnya Ciujung ini terletak di kecamatan Cidaun lebih tepatnya Gardu, namun karena banyak tempat yang ada disekitar muara Ciujung tersebut, jadi untuk memudahkannya sebagian orang memanggil daerah yang ada disekitar muara tersebut dengan Ciujung. Ciujung memang belum terlihat ramai dan maju seperti kota Jakarta, Bandung, Surabaya, maupun kota-kota yang memang sudah punya nama, bahkan untuk seperti pusat kota Cianjur pun mungkin masih jauh dari harapan. Tapi, tanda-tanda keramaian dan padatnya penduduk untuk wilayah Cianjur Selatan ini sudah terlihat, dari mulai berdirinya perusahaan-perusahaan yang memang sekarang ada disekitar wilayah selatan Cianjur bahkan bisa dikatakan berdekatan dengan daerah Ciujung tersebut.
Banyak cerita menyebutkan bahwa kota terakhir yang akan ramai dan padat penduduknya adalah kota dengan nama Ciujung ini,
Ciujung bisa diartikan sebagai akhir, Ci = Air, Ujung = Akhir.
Dari letak yang diketahui memang Ciujung ini merupakan tempat terakhir air mengalir sebelum memasuki wilayah laut atau sering disebut muara, dan daerah yang ada disekitar muara ataupun aliran air tersebut sering disebut Ciujung karena letaknya berdekatan dengan aliran air terakhir.
Sebagian orang terdahulu menyebutkan bahwa Ciujung lah tempat persinggahan terakhir sekaligus tempat paling ramai yang ada di wilayah selatan Cianjur, dari hal-hal yang tejadi saat ini, meskipun memang belum terlihat signifikan tapi sudah mulai dirasakan oleh sebagian orang  yang percaya akan misteri cerita Ciujung sebagai kota paling ramai suatu hari nantnya. Terkadang sebelum kita mengetahui jelas tentang cerita/misteri ini, mungkin tidak akan pernah percaya, tapi cerita ini menurut sebagian orang yang percaya akan hal tersebut akan menjadi kenyataan dan menjadi benar adanya.
Bayangkan dengan rencana pemerintah yang akan membangun lintas selatan Jawa, termasuk lintas selatan Cianjur, seperti lintas utara (Pantura), bahkan akan menggunakan jalan tanpa hambatan atau jalan tol dengan kota Ciujung sebagai tempat perlintasan utama bahkan pintu utama sebelum memasuki gerbang jalan tanpa hambatan tersebut, juga sebagian mengatakan akan adanya dermaga ataupun tempat transit kapal-kapal barang maupun yang lainnya. Dapat diprediksi Ciujung akan benar-benar menjadi tempat  terakhir yang ramai sesuai dengan prediksi dan ucapan-ucapan orang  terdahulu yang percaya Ciujung akan menjadi tempat persinggahan terakhir bagi siapapun yang ada di wilayah selatan khususnya selatan Cianjur.
Selain rencana pemerintah tersebut, masih banyak hal lain yang akan menunjang Ciujung sebagai kota ramai kedepannya, tempat wisata salah satunya wilayah pantai seperti pantai Jayanti Cidaun, pantai Ranca Buaya Garut Selatan, pantai Santolo ini merupakan tempat wisata yang ramai dikunjungi dan melewati Ciujung untuk yang datang dari arah barat, begitupun sebaliknya pantai Karang Potong, Sereg, Apra Sindangbarang.
ini merupakan satu destinasi pariwisata Jawa Barat kedepannya khususnya dari wilayah Selatan Cianjur.
Sebagai orang Sunda khusunya Selatan Cianjur, kita harus bangga dan bisa mewujudkan harapan serta keinginan maju masyarakat selatan Cianjur.

Potensi Wisata Jayanti dan Sejarah Sodong Parat

Sodong Parat (Pantai Cijarian) Jayanti
PantaiJayanti dengan Kawasan Cagar Alamnya memiliki potensi wisata berupa objek peninggalan sejaran kerajaan Pajajaran yang terletak Sodong Parat, berupa gua batu di Blok Cijarian yang menurut masyarakat sekitar merupakan bekas Prabu Siliwangi ’nembus bumi’. Selain itu di blok Batu Kukumbung merupakan pelataran bekas berkumpul ketika Prabu Siliwangi akan di-Islamkan oleh Prabu Kian Santang. Di blok Cikawung terdapat bekas telapak kaki Prabu Siliwangi yang menurut cerita masyarakat sekitar telapak tersebut merupakan injakan telapak kaki prabu Siliwangi karena takut saat akan dikhitan.
Selain itu, seperti wisata laut pada umumnya, kamu dapat bermain air di sisi pantai, bisa membeli ikan di pasar ikan.

Sunday, 23 February 2014

Indahnya Pemandangan Desa Mekarjaya Cidaun

INDAHNYA PANORAMA DESA MEKARJAYA
Suara serangga dan ayam berkokok, memecah pagi di Desa Mekarjaya, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Saat itu, udara sejuk sudah bercampur hangat matahari pagi. Beberapa warga desa tampak menyusuri jalan setapak menuju kawasan persawahan. Sesekali suara motor meraung memecah sunyi desa yang terkurung kawasan hutan lindung Gunung Simpang.
Tapi hari itu, Apep tidak pergi ke sawah, seperti kebanyakan warga desa lainnya. Jadwal kerja Apep, hanya ke balai desa dan memeriksa saluran air yang bermuara pada instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) di sisi timur desa. Apep merupakan salah seorang pengurus pembangkit Mikrohidro, bersama Sekretaris Desa Tarsa.
Sepanjang jalan menuju balai desa, Apep mengisahkan pengalamannya menebang pohon di hutan lindung Gunung Simpang. “Capeknya minta ampun pak. Malah padi juga tak terurus di sawah. Saat melihat polisi hutan, saya merasa jadi incaran. Kita kan yang bersalah, tadi tebang hutan. Tuh ada Polhut, jangan-jangan ke sini mau ke saya. Jadi kadang ngumpet. Dengar-dengar ada Kapolsek ke Mekarjaya, ngumpet, merasa ketakutan. Namanya orang bersalah, ya pasti takut,” tutur Apep mengisahkan ulang rasa takut yang tertinggal selepas menebang pohon beberapa tahun silam.
Desa Mekarjaya tempat Apep tinggal adalah satu dari lima desa yang berada di wilayah Timur dan Selatan hutan lindung Gunung Simpang. Lokasi desa persisnya di dekat  perbatasan Kabupaten Garut dan Bandung. Empat desa lainnya yakni Cibuluh, Puncak Baru, Neglasari dan Gelar Pawitan. Sebagian besar warga Mekarjaya dulu dikenal sebagai perambah dan pembalak hutan. Apep satu diantara warga yang pernah ikut menebang kayu. 
Tak kenal tua dan muda, semua warga desa punya pengalaman membalak kayu di hutan lindung. Kebetulan, Apep hanya empat bulan menekuni pekerjaan sebagai pembalak kayu hutan. Dulu saban bulan, Apep empat kali keluar masuk hutan. Selama tiga hingga empat malam di hutan, Apep bisa mengumpulkan tiga kubik kayu olahan siap pakai. Banyaknya kubik kayu yang ditebang dan diolah, cukup untuk membangun dua hingga tiga rumah.
Saat itu, Apep biasa menebang hutan bersama kakak dan warga lainnya. Tidak tanggung-tanggung, Apep menebang pohon khas hutan Jawa Barat yang dilindungi. Sebut saja pohon Ki Hujan (Angelhardia Spicata), Rasamala (Altingia excelsa Noronha), dan  Puspa (Schima Wallichii).
Ironisnya kayu hasil tebangan tersebut dijual murah ke warga yang akan membangun rumah. Penghasilan yang diraih Apep pun jadi tak seberapa, jika dibandingkan dengan  modal dan kerja kerasnya selama 3 – 4 hari di dalam hutan. Untuk setiap kubik kayu yang ditebang, kelompok penebang biasa mendapatkan Rp700 ribu. Harga yang sangat murah, untuk kayu berkualitas prima.
Dengan harga yang cuma segitu, setiap penebang hanya bisa kebagian uang Rp200 ribu – Rp100 ribu. Hasil yang dibawa ke rumah menjadi sedikit, karena ongkos menebang yang juga mahal. Seperti; untuk membeli solar yang digunakan untuk menghidupkan mesin gergaji (chainshaw), membeli beras, kopi dan lainnya.
“Kalau dulu satu kubik Rp 700 ribu, berarti 3 x 7 pak, tapi kadang-kadang modalnya bisa Rp 1 juta Pak. Modal ke hutan itu. Kadang perbekalan dikomplitin mau beli apa, beli apa, kadang mau ke hutan bawa ayam. Hahaha, motong ayam, bakar ayam,” canda Apep.

Curug Sawer Desa Cibuluh Kecamatan Cidaun

CURUG SAWER CIBULUH
Sesuai dengan namanya Air Terjun Bertingkat terdiri dari dua tingkatan. Letaknya sangat dekat dari air Terjun Campuhan.
Salah satu curug yang terindah menurut saya adalah Curug Sawer. Curug yang satu ini terletak di pinggir jalan dan tidak memiliki semacam kolam dimana orang bisa berenang dengan (sangat bebas). Tapi, Curug ini memang terlihat sangat cantik dengan kemegahan dan kealamiannya.
Cibuluh terletak di antara Garut dan Cianjur, Jawa Barat. Perjalanan menuju ke daerah sana masih berlum tertata, jalan masih ancur dana pemerintah belum terenyuh untuk membangun jalan ke area Curug Sawer Tersebut.

Saturday, 22 February 2014

Hutan Legenda, Tatar Sunda

HUTAN BOJONGLARANG JAYANTI
Oleh Usep Romli H.M.

Banyak hutan di Jawa Barat memiliki nilai legendaris. Selain menjadi penyangga utama lingkungan, hutan-hutan tersebut juga menjadi sumber folklor atau cerita rakyat yang tercatat dalam dongeng, kepercayaan lokal, babasan, dan paribasa. Idiom “kawas badak cihea” sering muncul untuk menggambarkan seseorang berjalan bergegas, terburu-buru, tanpa melihat kiri dan kanan. Cihea adalah sebuah kawasan hutan dan perkebunan di Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur. Di situ, konon pernah ada sebuah kerajaan kecil bernama Susuru, sezaman dengan Kerajaan Pajajaran yang berpusat di Pakuan (Bogor).
Sisa-sisa gambaran Kerajaan Susuru, walaupun belum terbukti secara arkeologis, masih tampak hingga sekarang di sepanjang aliran irigasi Sukarama yang berhulu di Sungai Cisokan. Sisa-sisa tersebut, antara lain, berupa lapangan yang disebut alun-alun dan tampian (tempat pemandian). Hutan Cihea sendiri sudah lenyap ditelan perkembangan pembangunan, apalagi badak penghuninya. Masih untung tercatat dalam babasan (peribahasa) yang masih agak terpelihara turun-temurun.
Hutan lain yang dihubungkan dengan satwa badak adalah Cipatujah di Kabupaten Tasikmalaya. Sebuah personifikasi berbunyi “kawas diseupah badak cipatujah” menggambarkan keadaan benda yang hancur tak bersisa, hanya tinggal seupah (sepah) atau ampas. Seperti badak Cihea, badak Cipatujah pun sudah lenyap tak berbekas. Badak di bagian selatan Garut mungkin bernasib lebih baik daripada badak Cihea dan badak Cipatujah, paling tidak mengacu pada informasi pengarang Sunda terkenal, Muhammad Ambri, dalam bukunya Numbuk di Sue yang diterbitkan pertama kali oleh Balai Pustaka pada 1939. Di situ Ambri mengisahkan anak-anak sekolah dari Bandung yang berwisata ke Pantai Cilauteureun, Samudra Hindia.
Sejak keberangkatan dari Bandung, selama di perjalanan dari Cisompet ke laut hingga kepulangan kembali, mereka selalu dirundung malang. Salah satu penyebabnya adalah acara perburuan badak yang dihadiri Kangjeng Dalem (Bupati) sehingga semua kuda tunggangan di tepi desa dan kecamatan terpakai oleh para camat dan kuwu yang ikut berburu. Kehebatan profil badak dan kegaduhan para pemburunya diperoleh tokoh Kuring dari Suanta yang menjadi gundal (pembantu) Juragan Camat yang mendampingi Kangjeng Dalem. Numbuk di Sue (Bertemu Sial) merupakan karya fiksi, tetapi cukup akurat mengungkapkan keadaan alam tahun 1930-an yang masih serba sederhana dan lingkungan alamnya masih terpelihara. Karena itu, masih banyak rawa di tengah hutan tempat pangguyangan badak.
Leuweung Sancang
Kawasan selatan Garut, memang memiliki hutan legendaris, yaitu Leuweung Sancang. Banyak kisah mengandung kepercayaan (mitos) yang menganggap Sancang sebagai tempat tilem (menghilang) Prabu Siliwangi. Menurut cerita rakyat yang berhasil dikumpulkan oleh panitia Hari Buku International Indonesia yang diprakarsai Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) pada 1972, Prabu Siliwangi mubus (kabur menyelinap) ke arah selatan karena dikejar-kejar anaknya, Kiansantang, agar masuk Islam. Tiba di Hutan Sancang, ia bersama pengikut setianya menghilang. Prabu Siliwangi mindarupa (berubah wujud) menjadi harimau putih, sedangkan pengikutnya menjadi harimau belang-manjang yang disebut “maung sancang”. Warna garis-garis hitam horizontal yang memanjang dari arah kepala ke bagian ekor membedakan maung sancang dengan maung lodaya, penghuni asli Sancang yang bergaris-garis hitam vertikal.
Konon, harimau putih jelmaan Prabu Siliwangi bersemayam di sebuah goa besar bernama Guha Garogol dan sesekali merenung menyendiri di puncak Karang Gajah di dekat muara Sungai Cikaingan. Ada pun maung sancang mendiami rumpun-rumpun kayu kaboa, sejenis pohon bakau, yang hanya terdapat di pantai Samudra Hindia kawasan Sancang. Hingga pertengahan tahun 1980-an, Hutan Sancang sebagai hutan tutupan suaka margasatwa masih terbilang utuh, tetapi segera mengalami degradasi hebat seiring dengan penyerobotan dan pembalakan liar pada tahun 1998. Salah satu satwa liar penghuni Sancang, banteng, hilang lenyap tak berbekas. Mungkin satwa itu kabur ke arah Hutan Pangandaran yang masih cocok untuk habitat banteng atau mungkin bergelimpangan mati akibat dampak perusakan hutan. Nasib banteng sancang sangat mirip dengan nasib banteng cikepuh, Kabupaten Sukabumi, yang juga rusak terkena penyelewengan eforia reformasi.
Area Hutan Sancang kini menyempit karena sebagian terkena pembangunan jalur jalan lintas selatan. Kondisi keamanannya sangat rawan. Kekayaan flora dan faunanya juga sangat menyusut. Selain kehilangan banteng, Sancang juga kehilangan berbagai jenis burung langka, seperti rangkong dan julang, serta harimau, baik maung sancang maupun maung lodaya. Jenis kayu werejit yang getahnya mengandung racun keras, ikut tumpas bersama kayu-kayu hutan tropis heterogen lainnya. Yang masih tersisa dari Hutan Sancang mungkin hanya legenda dan mitos, yang juga mulai tergerus waktu.
Hutan Tutupan
Lebih tragis lagi kondisi hutan tutupan Bojonglarang di dekat Pantai Jayanti, Kabupaten Cianjur. Hutan itu nyaris habis akibat dijadikan lahan jalan jalur lintas selatan dan tapak jembatan Sungai Cilaki. Orang-orang yang lewat berkendara dari dan ke Jayanti, rata-rata tidak mengetahui bahwa tanah yang mereka injak-injak adalah bekas hutan tutupan yang hingga tahun 1990-an merupakan leuweung ganggong simagonggong, leuweung si sumenem jati. Hutan lebat dipenuhi aneka pohon dan binatang penghuninya.
Setelah hutan-hutan besar, terkenal, dan penuh legenda seperti Cihea, Cipatujah, Sancang, Cikepuh, dan Bojonglarang sirna dari perbendaharaan geografi Tatar Sunda, hutan mana lagi akan menyusul mulang ka kalanggengan? Mungkin sekarang giliran hutan kota Babakan Siliwangi, yang sedang diperebutkan para pencinta lingkungan dan pencinta keuntungan yang cenderung mendapatkan dukungan penuh Wali Kota Dada Rosada. Mungkin saja, walaupun hati nurani semua pihak menyatakan jangan dan tidak.

__________

Usep Romli H.M., Penggerak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Raksa Sarakan di Pedesaan Kecamatan Cibiuk, Garut, Jawa Barat

Wisata Batu Kukumbung, Pantai Cigebang Cidaun belum dibenahi

LOKASI WISATA SEJARAH BATU KUKUMBUNG
Cianjur, - Obyek wisata bahari di kawasan Cianjur selatan, Jabar, hingga saat ini tampaknya belum mendapatakan perhatian serius dari Pemkab Cianjur.
Bahkan beberapa pantai yang memiliki potensi dan pesona layaknya pantai-pantai lainnya di Pulau Jawa, seperti Pelabuhan Ratu, Pangandaran dan Parang Tritis, hingga kini, belum mendapat sentuhan.
Sehingga pantai-pantai yang memiliki nilai jual tersendiri itu, dibadingkan pantai lainnya di Pulau Jawa, hanya dimanfaatkan warga sekitar untuk mencari tambahan uang dengan cara menambang pasir besi yang memiliki kualitas bagus.
Salah satunya Pantai Batu Kukumbung yang terletak di Kampung Cigebang, Desa Karangwangi, Kecamatan Cidaun, Cianjur. Dimana pantai tersebut memiliki pesona tersendiri selain pinggiran pantai yang mempesona.
Disepanjang pantai tersebut, terdapat artepak-artepak bersejarah yang diperkirakan berusia ratusan tahun dan tersebar di sepanjang pantai yang memiliki panjang empat kilometer itu.
Bahkan disalah satu lokasi ditemukan makam yang diperkirakan tempat bersemayamnya panglima perang Prabu Kian Santang, layak dijadikan tempat wisata religi dan beberapa penemuan lainnya yang diperkirakan peninggalan Kerajaan Padjajaran.
"Banyak yang bisa digali di Pantai Batu Kukumbung ini, harapan kami pantai ini, mendapat sentuhan dari Pemkab Cianjur, karena memiliki nilai jual seperti pantai-pantai lainnya di Pulau Jawa," kata Asep Samudera Tokoh Masyarakat Cianjur selatan, Sabtu.
Dia menuturkan, lokasi pantai yang berjarak empat kilometer dari kota Kecamatan Cidaun ke arah Selatan, saat ini telah memiliki akses jalan yang dapat disebut layak, meskipun belum diaspal.
Beberapa waktu lalu, ungkap dia, atas keinginan masyarakat sekitar, untuk mengangkat wisata bahari di Cianjur Selatan, khususnya Batu Kukumbung, dibentuklah Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar).
Dimana para pengurus dibantu masyarakat sekitar, secara swadaya dan bergotong royong, mulai melakukan penataan, baik akses menuju lokasi hingga penataan di sepanjang pantai.
Upaya tersebut, dilakukan karena minimnya perhatian dinas terkait di Pemkab Cianjur serta keinginan masyarakat untuk memajukan wisata bahari yang tidak kalah dengan pantai-pantai lainnya di Indonesia.
"Panorama yang dimiliki bukan hanya pantai dan batu karang yang banyak tersebar di sepanjang pantai, namun wisata religi dan sejarah, dapat digali di kawasan tersebut," tuturnya.
Dia menambahkan, peninggalan sejarah yang terdapat di sepanjang pantai, berupa tembok dan batu berundak yang diperkirakan sisa benteng pada jaman penjajahan.
Sementara itu, meskipun minim perhatian, pesona Batu Kukumbung, telah tersebar ke berbagai daerah dan cukup mengundang wisatawan domestik dan macanegara.
Dimana kata Ketua Kompepar Batu Kukumbung, Dena Sutisna, setiap minggunya pantai tersebut, ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah seperti Sumatera, Jawa dan wisatawan mancanegara, seperti Korea, Jepang dan Belanda.
"Harapan kami pantai ini, segera mendapat sentuhan dan penataan dari pemerintah setempat, guna mengangkat taraf ekonomi masyarakat dan memajukan pembangunan di wilayah selatan," katanya.

Thursday, 20 February 2014

Pantai Cipanglay, Ekowisata Terpendam di Cianjur Selatan

PANTAI CIPANGLAY
Cianjur - Berdampingan dengan Bandara Susi Air (Pengangkut Hasil Ikan Laut) dan pelabuhan nelayan (Pelabuhan Jayanti), Pantai Cipanglay menjadi salah satu objek wisata di Cianjur terpendam.
Pantai ini masih alami dengan ombak yang indah dan angin bertiup perlahan-lahan menambah nyamannya berekreasi tempat ini. Berlokasi di Kecamatan Cidaun, yang jaraknya 135 Km dari Cianjur Kota.
Keberadaan Pantai Cipanglay memang belum sepopuler Pelabuhan TPI Jayanti, Pangandaran, Ciamis, atau Pelabuhanratu, Sukabumi. Tapi panorama alamnya tak kalah dengan tiga objek wisata tersebut.
Itulah Pantai Cipanglay di Desa Cidamar, Kecamatan Cidaun, Kabupaten Cianjur. Sebuah pantai yang belum ditata dan dikenal sebagai objek wisata. Pantai itu belum mampu menandingi kepopuleran Pangandaran atau Pelabuhanratu.
Taufik Maulana (34), tokoh pemuda Cidaun mengatakan, Pantai Cipanglay akan semakin ramai dikunjungi wisatawan dan menandingi Pangandara jika ditata dengan baik. "Saya sebagai generasi penerus dan yang peduli terhadap kelestarian ekowisata mengharapkan kepada pemerintah untuk menata dan mengembangkan Pantai Cipanglay ini menjadi aset pariwisata Cianjur," katanya.
Pantai Cipanglay memang masih terbebas dari polusi apapun, apalagi polusi udara atau pencemaran air. Permukiman penduduk saja belum terlalu banyak. Kondisi pantainya sendiri terbangun atas pasir laut di sebelah kanan dan batu-batu karang di sebelah kiri. Ombak samudera bergulung-gulung.
"Pantai Cipanglay sangatlah menawan bila ada yang mau menanamkan modal atau investasi di areal tersebut, Insya Allah akan menjadi sebuah usaha yang baik bagi usaha pariwisata Pantai Cipanglay," kata Taufik.
Pantai Cipanglay bisa ditempuh dari Cianjur Kota, Bandung dan Kabupaten Garut melalui dua ruas jalan, yakni ruas jalan Kota Cianjur-Sindangbarang-Cidaun, Bandung-Ciwidey-Naringgul-Cidaun, dan Caringin-Garut. [gin]